Senin, 26 April 2010

Mengaktivasi Otak Tengah? Pikirkan dulu Bahayanya!

* Sampai hari ini belum ada satupun publikasi ilmiah yang menyatakan
bahwa otak tengah dapat diaktifkan untuk meningkatkan kecerdasan
manusia, apalagi meng-upgrade nya menjadi jenius.

* Induksi lateralisasi aktifitas otak tengah menurut sebuah tulisan
ilmiah tahun 2005 malahan dapat mengakibatkan mental stress (tekanan
mental) dan berbagai stres lain yang akan memicu gangguan irama
jantung dan kematian mendadak (sudden death).

Tulisan : Lely Setyawati Kurniawan*
* Psikiater, Staf Dosen di Bagian Psikiatri FK. Udayana/RSUP Sanglah
Denpasar, konsultan Forensik Psikiatri.


Pendahuluan

Perdebatan mengenai otak tengah; perlu tidaknya otak tengah
tersebut diaktifkan; terus terjadi. Masyarakat makin memahami
pentingnya menyeimbangkan kedua belahan otak kanan dan kiri, karena
masing-masing belahan tersebut memiliki beragam fungsi yang saling
mengisi dalam perjalanan panjang kehidupan seorang manusia.
Ironisnya seolah belum puas dengan kekayaan kedua belahan otak kita,
sekelompok ilmuwan mulai mengotak-atik dan mencari bagian lain, yang
dinamakan otak tengah. Mereka mencari tahu apakah dengan mengaktivasi
otak tengah kecerdasan seseorang akan makin bertambah, atau mengubah
mereka menjadi jenius, serta memiliki berbagai kecerdasan lain yang
supra-natural?
Di kalangan medis otak tengah ini dikenal sebagai bagian dari
otak manusia yang memiliki fungsi sangat vital, misalnya sebagai pusat
pengendali jantung, pembuluh darah, pernafasan, * refleks-refleks, dan
masih banyak lagi. Berbagai tulisan ilmiah mengenai otak tengah ini
bisa kita baca dalam berbagai tulisan sepuluh tahun terakhir.
Sayangnya sampai hari ini belum ada satupun publikasi ilmiah yang
berani menyatakan bahwa aktivasi otak tengah berhubungan dengan
kecerdasan seseorang, apalagi membuat IQ seseorang meloncat jauh
melebihi IQ manusia pada umumnya, atau dikenal dengan istilah jenius.
Dahulu orang berpikir bahwa kecerdasan identik dengan IQ,
meskipun mereka mengetahui dalam test IQ yang diukur hanyalah
kecerdasan seseorang di bidang matematika, linguistik dan sedikit
visuo-spatial.
Saat ini wawasan kita mulai terbuka, melalui hasil penelitian Prof
Gardner di tahun 1980an diketahui bahwa ada delapan jenis kecerdasan
yang berbeda yang bisa dimiliki oleh masing-masing kita dalam porsi
yang berbeda. Masing-masing kecerdasan tersebut menempati area yang
berbeda di sisi kiri dan kanan otak kita. Kecerdasan yang bervariasi
ini disebut Kecerdasan Multipel (Multiple Intelligence).
Sehubungan dengan otak tengah tadi, muncul pertanyaan, adakah
hubungan antara kecerdasan ini dengan fungsi otak tengah / mid brain
seseorang? Benarkah aktivasi otak tengah membuat seseorang makin
cerdas dan jenius, karena memiliki kemampuan supra-natural?

Anatomi dan Fungsi Otak

Pada saat lahir seorang anak memiliki 100 miliar sel otak yang
disebut sel neuron - jumlah ini sama dengan banyaknya bintang di
galaksi Bima Sakti – serta 1 Triliun sel glia, yang berfungsi sebagai
sel pelindung bagi sel-sel otak tadi. Pembentukan sel-sel otak ini
dimulai sejak minggu ketiga sel sperma membuahi sel telur, dengan
kecepatan tumbuh 250 ribu sel/menit. Pada minggu kesepuluh sel-sel
otak menjadi makin sibuk mempersiapkan diri agar bisa mulai menerima
stimulus / rangsangan dari luar.
Saat usia 3 tahun telah terbentuk 1000 triliun jaringan koneksi /
sinapsis, jumlah ini ternyata 2 kali jumlah jaringan orang dewasa.
Satu sel otak mampu menjalin 15 ribu koneksi dengan sel lain, jaringan
yang sering digunakan akan semakin kuat dan permanen, tetapi yang
jarang digunakan akan mati.
Otak manusia dibagi menjadi enam divisi utama, yaitu Serebrum,
Diensefalon (kedua bagian ini sering disebut sebagai Forebrain /
Pro-ensefalon), Serebelum, Midbrain (Mesencephalon), Pons dan Medula
Oblongata. Tiga bagian terakhir ini disebut brain stem atau batang
otak.
Midbrain (Mesensefalon) terdiri dari superior colliculi dan inferior
colliculi. Superior colliculi merupakan pusat refleks gerakan kepala
dan bola mata ketika berespon terhadap rangsang visual, sedangkan
inferior colliculi merupakan pusat refleks gerakan kepala dan tubuh
ketika berespon terhadap rangsang suara.

Menjadi Jenius?
Nah dikaitkan dengan janji, cukup dengan mengaktifkan otak tengah
(mesensefalon) mampu membuat seorang manusia menjadi jenius; Apakah
definisi jenius? Range IQ normal adalah 90 – 110. Dengan IQ normal
seorang anak bisa tamat SMA, sebagian bahkan tamat S1. Di atas angka
tersebut seseorang disebut Superior, di atasnya lagi adalah Very
Superior, dan jika IQ nya lebih dari 180 orang akan disebut jenius.
Seringkali peringkat IQ bisa membuat anak stres, padahal IQ tak bisa
mengukur kecerdasan emosional (EQ) seseorang.
Anak-anak yang sulit konsentrasi seringkali membuat kewalahan
para orang-tua dan guru. Orang-tua dan guru menduga anak tersebut
bodoh karena nilai akademik di sekolah sangat kurang, padahal bisa
saja mereka ini sebenarnya memiliki kecerdasan yang baik, tetapi
rentang waktu perhatian mereka sangat pendek.
Rentang waktu perhatian ideal anak usia 5 tahun hanya berkisar 5
menit saja, sedangkan anak-anak usia 15 tahun berkisar 15 menit. Untuk
membuat mereka bertahan lebih lama, para pendidik diharapkan mampu
menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan. Hal ini
haruslah dilakukan secara berkala saat konsentrasi dan perhatian
anak-anak mulai menurun.
Dalam keadaan tertentu seperti takut, sedih akibat depresi dan
berbagai stres / tekanan mental lainnya seseorang menjadi kehilangan
daya konsentrasi, Orang-tua biasanya membawa anak-anak tersebut untuk
berkonsultasi dengan psikiater ataupun psikolog dengan keluhan
kesulitan belajar dan menurunnya prestasi akademik.
Sebenarnya peranan orang-tua sangat besar untuk proses belajar
seorang anak, apa yang orang-tua pikirkan, katakan dan lakukan akan
terus melekat dalam benak anak-anak, mempengaruhi suasana dan
kenyamanan belajar mereka dan mempengaruhi jalan hidup serta masa
depan mereka. Anak-anak bisa mengalami kebahagiaan, atau sebaliknya
depresi - sama seperti orang dewasa yang lain - karena perkataan dan
tindakan orang-tua mereka.

Mengaktivasi Otak
Ada cukup banyak cara yang biasa dipakai untuk mengaktivasi otak,
misalnya dengan alunan musik klasik (yang paling poluler karya-karya
Mozart), lagu-lagu / instrumentalia tertentu, gerakan-gerakan tubuh,
menciptakan suasana tertentu, bermain dengan angka-angka, menambahkan
berbagai bahan chemical, dan masih banyak cara lainnya. Banyak
institusi menawarkan berbagai pelatihan yang menjanjikan untuk
meningkatkan IQ tersebut, dengan memasukkan berbagai metode yang
diyakini dapat menghilangkan tekanan mental para peserta selanjutnya
mempermudah pengaktifan bagian-bagian tertentu otaknya.
Beberapa ilmuwan mencoba mempelajari tentang otak tengah / mid
brain. Harapan mereka sesudah penemuan yang mencengangkan tentang kiri
dan kanan, sekaranglah saatnya mengungkap fenomena tentang otak
tengah. Metode yang digunakan bukan sekedar cara-cara klasik seperti
yang kita kenal di atas, karena program neuro-linguistik (NLP) mereka
sisipkan demi sebuah proses aktivasi yang nantinya mengarah pada suatu
keadaan extra sensory perception (ESP).
Suasana dibuat sedemikian rupa agar semua peserta yang ada di ruangan
tersebut memasuki Alpha State, suatu fase dimana gelombang lambat di
otak manusia, yang membuat seseorang mudah dipengaruhi dan diisi oleh
berbagai hal oleh para instruktur. Metode yang cukup popular dikenal
saat ini adalah BFR (blindfold reading).
Sebagai informasi, di Rusia diperlukan waktu satu tahun bagi seorang
siswa untuk mampu melakukan aksi blindfold. Di Jepang, sedikitnya
perlu waktu tiga bulan untuk melakukannya. Ajaibnya di Indonesia
suatu perusahaan pelatihan menyatakan hanya perlu waktu 12 jam untuk
membuat anak-anak jenius!
Aktivasi dianggap berhasil apabila mereka berhasil mengenali
berbagai macam benda dan halangan di sekitarnya dalam keadaan mata
ditutup. Dengan demikian anak-anak tersebut akan mampu membaca,
menggambar, menghitung, berlari dan menghindari semua rintangan tanpa
menggunakan indera penglihatan mereka yaitu mata.
Bahkan mereka berani menjanjikan, anak-anak akan memiliki kemampuan
tembus pandang, menyusun kartu remi secara urut tanpa melihat, dapat
membaca suatu dokumen rahasia di balik tembok, menghitung uang yang
ada dalam dompet di saku baju seseorang, merangkum seluruh isi
textbook dalam waktu singkat, memprediksi hal-hal buruk yang bakal
terjadi esok, bahkan membaca pikiran orang-orang yang ada di
sekelilingnya agar tak mudah tertipu.
Hal itu bagi mereka dianggap sebagai talenta manusia baru di jaman
modern ini, karena memiliki kecerdasan tersendiri (jenius) dengan
kemampuan extra sensory perception (ESP), sehingga nantinya kita tak
lagi tertarik menonton acara pertandingan sulap The Master.
Pandangan di atas tentu tidak begitu saja dapat dibenarkan,
karena secara medis kita bisa mengenali fungsi fisiologi seluruh organ
dalam tubuh kita. Mengaktifkan dan menciptakan seseorang untuk
memperoleh pengalaman extra sensory perception sudah jauh melenceng
dari ranah medis fisiologis.
Bahkan hal ini erat kaitannya dengan terjadinya berbagai gangguan
mental pada manusia, yang salah satu gejalanya adalah mampu
mendengar, melihat, merasakan dan membaca hal-hal yang tidak bisa
didengar, dilihat, dirasakan dan dibaca oleh orang-orang sehat
lainnya. Sebagai contoh pada kasus-kasus Skizofrenia pasien merasa
yakin dengan kemampuannya membaca isi hati dan pikiran orang-orang
lain di sekelilingnya, serta meyakini berbagai penglihatan dan
pendengaran gaib yang bisa membuat orang lain berdiri bulu kuduknya.
Sampai hari ini belum ada satupun publikasi yang menyatakan
bahwa otak tengah dapat diaktifkan untuk meningkatkan kecerdasan
manusia, apalagi meng-upgrade nya menjadi jenius. Musa A. Haxiu &
Bryan K. Yamamoto (2002) membuat suatu penelitian midbrain pada 24
ekor musang jantan. Hasilnya aktivasi midbrain di daerah
periaquaductal gray (PAG) ternyata justru mengakibatkan otot-otot
polos pernafasan menjadi relaksasi, sehingga mengganggu pernafasan
hewan-hewan tersebut.
Ada beberapa tahapan yang harus dilewati oleh suatu lembaga yang
memiliki ide penelitian sebelum dilemparkan dan dimanfaatkan untuk
kepentingan publik. Minimal telah melalui 10 tahun percobaan di
laboratorium (in vivo), setelah lulus uji klinis, barulah diujikan
pada hewan-hewan percobaan dengan evaluasi sekitar 10 tahun. Pada
tahap ketiga barulah diujikan pada para relawan (biasanya mereka
dibayar) dan kembali dilakukan evaluasi. Dengan demikian dibutuhkan
waktu sekitar 30 tahun untuk membawa suatu metode baru yang aman dalam
masyarakat.
Menurut Peter D. Larsen, Sheng Zhong, dkk. (2001) ada beberapa
hal yang berubah karena aktivasi midbrain, misalnya tekanan arteri
utama (mean arterial pressure), aliran darah di ginjal (renal blood
flow), aliran darah di daerah paha (femoral blood flow), persarafan
daerah bawah jantung (Inferior cardiac), per-syaraf-an simpatis dan
denyut jantung akan makin meningkat, sebaliknya tekanan darah justru
turun, aktivitas persarafan di daerah tulang belakang juga turun.
Peningkatan tekanan arteri, aliran darah ginjal dan paha tersebut bisa
mencapai 328%.

Peranan orang-tua
Seringkali orang-tua terlalu sibuk sehingga tidak punya cukup
waktu untuk memperhatikan buah hati mereka. Waktu 24 jam sehari terasa
kurang, karena saat anak-anak berangkat sekolah pagi-pagi orang-tua
tak bisa bangun dan mengantar mereka, mereka baru pulang kembali ke
rumahnya pada malam hari sesudah anak-anak tertidur. Sebagai
pembenaran diri sendiri para orang-tua sering berkilah, bahwa kualitas
pertemuan mereka dengan anak-anak jauh lebih penting daripada
kuantitas waktu. Benarkah?
Sebuah intitusi bahkan berani menjanjikan bahwa dengan
menyisihkan waktu 15-30 menit saja selama 20-30 hari untuk membantu
anak-anak berlatih sama artinya dengan mendampingi mereka seumur hidup
hingga usia 18 tahun. Semudah itukah hubungan orang-tua dengan anak
terjalin? Cukupkah waktu yang hanya 15-30 menit tadi untuk berdiskusi,
saling curhat, atau sekedar bermain bersama dan bercanda?
Hubungan orang-tua dan anak tidak bisa dibatasi seperti halnya
sebuah mata pelajaran di sekolah. Memang ikatan emosional diantara
mereka akan sangat menentukan kualitas hubungan yang terjalin.
Idealnya orang-tua memiliki waktu yang tak terbatas untuk
anak-anaknya, demi sebuah proses kematangan dan kemandirian. Bahkan
saat anak-anak beranjak dewasa dan menikah seringkali mereka masih
ingin duduk bermanja-manja dengan orang-tuanya. Saat mereka menghadapi
berbagai permasalahan hidup salah satu tempat yang nyaman untuk
berbagi adalah orang-tua mereka.

Target dan evaluasi pembuktian kejeniusan sesudah aktivasi otak tengah

Sesudah melalui program latihan ini anak-anak akan mempunyi
kemampuan untuk melihat dengan sentuhan (skin vision). Sebagian anak
lainnya yang telah teraktifasi otak tengahnya mampu melihat kartu
secara detail dengan penciuman atau pendengarannya. Sebagian lainnya
mengatakan mereka mampu melihat, menulis, membaca, dan mewarnai di
dalam kegelapan total. Selain itu mereka juga akan memiliki Loving
Inteligence. Mereka adalah individu yang seimbang dan mengasihi orang
lain seperti sang pencipta.
Bagaimana dengan harapan orang-tua yang telah mengirim dan
membayar biaya yang cukup tinggi demi mengikutkan anak-anak mereka
dalam pelatihan ini? Setelah sekian bulan tentu saja para orang-tua
berharap anak-anak mereka akan memiliki prestasi akademik yang lebih
baik. Secara teoritis, nilai sekolah seharusnya meningkat, karena
selepas aktifasi otak tengah tersebut, memori dan konsentrasi akan
meningkat dan cukup banyak potensi penting dalam diri anak yang akan
dibangkitkan. Namun kenyataannya tidaklah sesederhana itu karena
peningkatan kemampuan akademis ternyata tidak sesederhana yang
dibayangkan.
Penelitian Bjorn H. Schott, Constanze I Seidenbecher dkk. (2006)
menyatakan bahwa pada manusia, memory seseorang dipengaruhi oleh
banyak faktor, jadi tidak sama dengan binatang. Telah dilakukan
pembuktian secara anatomi dan behavior dengan mempergunakan alat MRI,
diperoleh hasil yang tidak signifikan. Yang membedakan memori adalah
faktor genetik (kromosome 17q11 dan 7q36), hal ini dikenal sebagai
polymorphisme dopamine pada kromosom.
Hal ini yang tentunya menimbulkan keprihatinan tersendiri bagi
masyarakat, karena sebelumnya orang-tua begitu antusias mengharapkan
anaknya akan berubah menjadi anak-anak yang jenius dan memiliki banyak
kemampuan lebih sesudah mengikuti program pelatihan otak tengah ini,
lagipula orang-tua telah mengeluarkan sejumlah besar biaya.
Menurut Bjorn H. Schott, Daniela B. Sellner dkk. (2004) terdapat
hubungan erat antara formasi memori di hipokampus dan neuro-modulasi
dopaminergik, terutama di Ventral Tegmental Area (VTA) dan medial
Substansia Nigra midbrain. Teknik yang dipakai untuk mengaktivasi otak
disesuaikan dengan lokasi, memakai kata-kata yang menyenangkan,
hitungan-hitungan silabus, dan sebagainya. Namun aktivasi tersebut
tidak relevan dengan tugas-tugas yang harus dipelajari.
Tulisan Hugo D. Critchley, Peter Taggart dkk. (2005) membuat kita
terperangah, karena ternyata induksi lateralisasi aktifitas midbrain
dapat mengakibatkan mental stres, serta berbagai stres lain yang akan
memicu gangguan irama jantung dan kematian mendadak (sudden death).
Penyebabnya adalah karena tidak seimbangnya dorongan simpatetik
persyarafan jantung.

Perlukah aktivasi otak tengah?

Orangtua perlu menghargai setiap talenta yang dimiliki
anak-anaknya, karena pada dasarnya semua anak adalah cerdas.
Kecerdasan ini tidak bisa disamakan dengan IQ, karena saat ini kita
telah mengenal delapan macam kecerdasan, yang dikenal sebagai multiple
intelligence yang ada dalam diri manusia. Mereka yang tidak bisa
matematika dan IQ nya rendah bukan berarti tidak cerdas, karena
mungkin saja mereka memiliki kecerdasan inter personal yang baik.
Suatu tantangan bagi para orangtua dan kita semua yang memiliki
anak, mampukah kita menghasilkan anak-anak yang bukan sekedar CERDAS,
tetapi juga BAIK dan BERMORAL? Cerdas bahkan genius saja belumlah
cukup. Karena dengan kecerdasan saja tidak menjamin mereka membuat
dunia ini menjadi lebih baik. Banyak orang-orang cerdas justru
mencelakai orang lain, memanipulasi suatu keadaan demi keuntungan
dirinya sendiri.
Mengapa dalam waktu 12 jam pelatihan atau satu setengah hari
saja anak-anak tersebut bisa berubah? Salah satunya adalah kenyataan
bahwa anak-anak dengan perilaku bermasalah sebenarnya membutuhkan
perhatian dari orangtua mereka. Dalam program pelatihan midbrain
tersebut semua orangtua diharapkan memperhatikan anaknya, mau melatih
kembali anak-anak tersebut di rumah, termasuk setelah latihan selesai.
Yang terjadi di sini sebenarnya adalah anak-anak tersebut dilatih
untuk peka terhadap berbagai bahaya dan rintangan yang ada di depan,
serta ‘dipaksa untuk bersikap dan berperilaku lebih baik’ karena
mereka telah diberikan teladan yang baik oleh orangtua dan orang-orang
dewasa di sekelilingnya.

Penutup

Yang terjadi pada anak-anak tersebut sebenarnya bukan JENIUS
(memiliki IQ yang sangat tinggi atau di atas 140), melainkan latihan
untuk suatu kewaspadaan (AWARENESS) terhadap apapun yang ada di
sekeliling mereka.
Kondisi semacam ini perlu kita cermati lebih baik, mengingat kondisi
awareness yang berlebihan akan membuat seseorang mengalami berbagai
gangguan jiwa, dari gejala yang ringan berupa Gangguan Cemas
Menyeluruh, sampai tipe berat berupa Gangguan Paranoid.
Itulah sebabnya orangtua diminta waspada dan berhati-hati sebelum
mengirim anak-anak mereka ke suatu institusi yang menawarkan sanggup
mengubah anak-anak menjadi jenius dalam waktu singkat.
Orangtua perlu menghargai setiap talenta yang dimiliki
anak-anaknya, karena pada dasarnya semua anak adalah cerdas. Suatu
tantangan bagi para orangtua dan kita semua yang memiliki anak,
mampukah kita menghasilkan anak-anak yang bukan sekedar CERDAS, tetapi
juga BAIK dan BERMORAL? Cerdas bahkan genius saja belumlah cukup.
Karena dengan kecerdasan saja tidak menjamin mereka membuat dunia ini
menjadi lebih baik. Banyak orang-orang cerdas justru mencelakai orang
lain, memanipulasi suatu keadaan demi keuntungan dirinya sendiri.

Daftar Pustaka
1. Adi W. Gunawan, Apakah IQ Anak bisa ditingkatkan, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2005.
2. Musa A. Haxiu & Bryan K. Yamamoto, Activation of the midbrain
periaqueductal gray induced airway smooth muscle relaxation, J. Appl.
Physiol 93:440-449, 2002.
3. Scott R. Wersinger & Michael J. Braun, Sexually dimorphic
activation of midbrain tyrosine hydroxylase neurons after
mating/exposure to chemosensory cues in the ferret, Biology of
Reproduction 56, 1407-1414, 1997.
4. Bjorn H. Scott, Constanze I Seidenbecher, et al: The dopaminergic
midbrain participation in human episodic memory formation: Evidence
from genetic imaging, The Journal of Neuroscience, February 1, 2006
– 26(5): 1407-1417.
5. Bjorn H. Schott, Daniela B. Sellner, et al, Activation of midbrain
structures by associative novelty and the formation of explicit memory
in humans, Learn. Mem. 2004 – 11: 383-387.
6. Hugo D. Critchley, Peter Taggart, et al, Mental stress and sudden
death: asymetric midbrain activity as a linking mechanism, J. Brain
2005, 128, 75-85.
7. Chao Guo, Hai Yan Qiu, et al, Lmx1b-controlled Isthmic organizer is
essential for development of midbrain dopaminergic neurons, The
Journal of neuroscience, Dec 24, 2008 – 28(52): 14097-14106.
8. Peter D. Larsen, Sheng Zhong, Gerard L. Gebber & Susan M. Barman,
Symphatetic nerve & cardiovascular responses to chemical activation of
midbrain defense region, Am. J. Physiol Regulatory Integrative Comp.
Physiol 280: R1704 – R1712, 2001.

MENGUKUR KARAKTER & KEPRIBADIAN SESEORANG

Mengenali Psikotes / Psikometri



Hari ini pak Sabar begitu gusar mendengar laporan General Managernya. Salah seorang manager yang memperoleh penghargaan sebagai ‘the best manager’ tahun lalu, kedapatan telah memanipulasi data keuangan perusahaan bahkan memakai uang tersebut untuk kepentingan pribadi dengan jumlah yang tidak sedikit. Barangkali gaji plus insentif yang diperolehnya sepuluh tahun ke depan belum cukup melunasi semua itu. Tak ada yang mengira jika gadis manis yang tampaknya lugu itu sebenarnya tipe mania, yang begitu mudah jatuh dalam permasalahan keuangan, karena selama ini dia tergolong pekerja keras, selalu taat pada perintah atasan dan tak pernah protes saat diminta over-time untuk menyelesaikan tugas-tugas kantor. Sungguh sangat berbeda dengan rata-rata para pekerja lainnya.

Rupanya kecerdasan, kerajinan dan rasa percaya diri saja bukanlah sebuah garansi untuk sebuah kinerja yang baik, apalah artinya jika seseorang cerdas tetapi kurang jujur dan manipulatif. Kelihatannya rajin dan tunduk pada atasan, padahal hati dan otaknya penuh dengan strategi untuk menjatuhkan pimpinan dan mencari keuntungan diri sendiri. Kita perlu melihat semua modalitas pekerja secara obyektif, tentu saja dengan memperhitungkan berbagai kekuatan dan kelemahannya, sehingga pimpinan tidak terkecoh dengan performance seseorang. Bukanlah suatu hal yang mudah untuk menilai karakter serta kepribadian seseorang, sehingga dibutuhkan suatu alat test yang memadai dan memiliki akurasi cukup tinggi.

Angka kekerasan dan perilaku negatif di masyarakat kita cenderung meningkat hari-hari ini. Perkelahian antar kelompok yang sering dikaitkan dengan suku tertentu saja di Indonesia, ternyata terjadi juga di antara mereka yang kelihatannya penuh sopan-santun, hanya karena suatu permasalahan yang sepele, demikian juga di kalangan pelajar dan mahasiswa. Kasus-kasus KDRT, kekerasan fisik dan seksual juga makin banyak dilaporkan. Penculikan, perkosaan dan penghilangan hak-hak anak oleh orang dewasa bahkan merupakan trauma tersendiri bagi para orang-tua beberapa bulan terakhir. Padahal jauh-jauh hari sebelum ini kita sedang sibuk memikirkan bagaimana mencegah tindak kekerasan pada anak-anak yang dilakukan baik oleh orang dewasa (termasuk orang-tua dan keluarga), maupun oleh anak-anak yang usianya sedikit lebih besar. Berita mengenai bunuh diri dan usaha / percobaan bunuh diri yang dilakukan tidak saja oleh orang dewasa, tetapi juga oleh para remaja masih terus menghiasi media cetak dan elektronik kita. Semua itu terjadi saat pikiran mereka begitu buntu, sementara komunikasi dalam keluarga dan lingkungan sosialnya juga sama tersumbatnya.

Perilaku agresif yang dilakukan seseorang terhadap sesamanya dan terhadap dirinya sendiri sesungguhnya sama saja. Mereka membunuh dirinya karena ‘tidak berani’ melawan orang lain yang membuatnya marah dan kesal, mereka hanya berani membunuh dirinya dan meninggalkan rasa bersalah yang besar (kadang-kadang rasa bersalah ini menetap seumur hidup) pada orang-orang yang dianggapnya layak bertanggung-jawab untuk semua permasalahan hidupnya.

Di lingkungan pekerjaan pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan area yang penting dalam suatu perusahaan. Ironisnya rangking Indonesia berada di ‘Top Ten Worst’ dalam segi mutu dan peran SDM. Hal ini disebabkan karena proses yang diperhatikan / ditekankan dalam perusahaan masih berkisar pada recruitment dan administrasi saja, sementara peran SDM sebagai partner bisnis belum berkembang. Bisa dibayangkan jika suatu saat SDM bukan lagi menjadi aset yang menguntungkan bagi perusahaan, tetapi justru membebani perusahaan. Yang sangat memprihatinkan sekolah yang ada saat ini belum cukup memadai untuk mempersiapkan SDM yang handal, tetapi terus dipakai sebagai kandidat calon pekerja, bahkan sampai jenjang universitas.

Kisah gadis manis dengan tipe mania di atas adalah salah satu contoh karakter seseorang yang bisa terdeteksi melalui skrining kepribadian MMPI (Minnesota Mulitphasic Personality Inventory). Program skrining ini sangat bermanfaat untuk berbagai keperluan penting di lingkungan perusahaan, sekolah, serta area spesifik publik lainnya seperti :

 Skrining kondisi mental dan kesehatan jiwa seseorang mulai usia 12 tahun.
 Seleksi penerimaan pelajar dan mahasiswa, test penjurusan di SLTA (kelas X dan XII) ataupun mahasiswa di fakultas/tempat pendidikan favorit (misalnya Fakultas Kedokteran, Psikologi, Akademi Kepolisian dan Hankam).
 Seleksi penerimaan karyawan, promosi jabatan dan pemilihan tempat tugas (re-placement).
 Test seleksi untuk pejabat publik (termasuk anggota KPU, Calon legislatif – eksekutif – yudikatif)
 Diagnostik kasus-kasus hukum / forensik yang sulit (termasuk pembuktian kejahatan yang melibatkan korban, tersangka dan para saksi), dll.

Test yang dipakai di sini adalah MMPI-2, MMPI-A dan MMPI-RF versi HKH-Advanced, dikombinasi dengan Test Rossach yang telah sangat familiar dipergunakan di berbagai institusi pemerintah dan swasta di Jakarta, Bandung dan Surabaya, termasuk seleksi para pejabat publik kita. Test ini akan menghitung Psychological Quotient (PQ) seseorang, yang merupakan Overall Psychological Function seseorang (penggabungan antara kecerdasan memori, emosional dan spiritual; PQ = IQ + EQ + SQ). Melalui program ini akan terdeteksi berbagai skala kinerja seseorang, tanggung jawab, disiplin, kemandirian, kecerdasan sosial dan moral, harmonisasi dalam rumah, hubungan interpersonal, kecenderungan melakukan tindakan berisiko, penggunaan obat-obatan, keluhan fisik dan mental seseorang, serta berbagai prediksi gangguan yang kemungkinan akan timbul di kemudian hari apabila seseorang menghadapi permasalahan kehidupan, seperti stres pekerjaan, keluarga, financial, dan sebagainya.

Untuk akurasi hasil test, pada beberapa kasus spesifik dilakukan interview / wawancara terstruktur. Interpretasi untuk sekelompok peserta akan dibuatkan rangking dari tertinggi sampai terendah sehingga akan sangat membantu dan memudahkan para pemimpin / pengambil keputusan untuk memilih yang terbaik.


Dr. Lely Setyawati, SpKJ(K).
Psikiater Konsultan Forensik
FK. UNUD/RSUP Sanglah Denpasar

Selasa, 05 Januari 2010

SELAMAT TAHUN BARU 2010

SELAMAT TAHUN BARU 2010
Kiranya semua yang baik di dalam hidup ini menjadi bagian kita! Selamat menikmati berkat-berkat yang melimpah yang diturunkan Tuhan dari surga bagi kita semua.